Kamis, 20 Januari 2011

HUTAN (DAN) PRIMATA: EKOLOGI DAN PELESTARIAN PRIMATA ENDEMIK DI JAWA DAN KALIMANTAN

Wilayah Sondaik adalah salahsatu kawasan terkaya di dunia untuk keanekaragaman primata di mana 18 jenis terbatas penyebarannya pada kawasan ini. Di Jawa dan Kalimantan, yang termasuk pulau-pulau yang terbesar, terdapat tiga dan lima jenis endemik yang terbatas pada satu pulau saja. Enam jenis di antaranya tergolong suku kera sub-suku Colobinae, sedangkan dua jenis tergolong suku owa. Kelestarian dari kebanyakan kera ini tergantung pada pelestarian hutan. Pulau Jawa adalah wilayah yang padat penduduknya di mana hutan ditebang sejak lama, sedangkan Kalimantan adalah pulau yang berada pada masa peralihan di mana perubahan tataguna tanah secara cepat mulai mengkonversikan permukaan pulau ini. Jawa sudah sangat sedikit hutannya sejak dulu, sedangkan Kalimantan masih ditutupi hutan luas sampai beberapa dasawarsa yang lalu.
Tujuan penelitian ini ialah mengumpulkan data mengenai ekologi dan pelestarian primata endemik di Jawa dan Kalimantan. Untuk ini studi-studi dilaksanakan di mana survai lapangan berlangsung selama perioda 1994-2001.
Bagian pertama studi ini berfokus pada pengujian mengenai tehnik sensus pada penelitian primata yaitu bermaksud untuk menentukan dampak terhadap hasil sensus dari perubahan perilaku jenis-jenis sasaran yang disebabkan oleh gangguan lingkungan di sekitar primata tersebut. Sebagai hasil penelitian ditemukan bahwa penaksiran kepadatan cukup bervariasi di antara berbagai tehnik dan lokasi. Kesimpulannya adalah bahwa kita perlu sangat berhati-hati jika membandingkan data sensus dari berbagai lokasi yang dikumpulkan oleh berbagai peneliti dengan menggunakan berbagai tehnik. Primata mungkin mengubah responsnya terhadap manusia yang mengamatinya sebagai reaksi terhadap gangguan habitatnya. Tidak mustahil ini ada dampaknya dalam program peninjauan dan sebagai hasilnya mengurangi atau melebihi taksiran kepadatan yang sebenarnya.
Bagian kedua studi ini berfokus pada primata di Pulau Jawa. Pertama, ditunjukkan bahwa populasi dari salahsatu kera endemik, yaitu Rekrakan Presbytis comata fredericae, yang terdapat di Jawa sebelah timur tidak dapat dipisahkan secara jelas sebagai jenisnya sendiri dari populasi di sebelah barat.
Kedua, penyebaran dan status kelestariannya dari primata endemik di Jawa ditentukan. Lutung Jawa atau budeng Trachypithecus auratus ditemukan di seluruh Jawa, Bali dan Lombok, akan tetapi tidak ditemukan di Kepulauan Kangean, meskipun pernah ada laporannya. Berdasarkan penyebarannya yang terbatas dan populasi-populasinya yang sangat terpencar, ditambah penangkapan untuk dijual-belikan, jenis kera ini seharusnya dianggap Rentan menurut kriteria ancaman yang disusun IUCN. Surili itu terbatas pada hutan tropis di Jawa Barat dan Tengah dari permukaan laut sampai sekitar 2500m dpl. Populasi yang cukup besar ditemukan di Jawa Tengah, di luar penyebaran yang diduga sebelumnya. Meskipun demikian jenis
Forest (and) Primates
198
ini dianggap Genting menurut kriteria acaman IUCN karena derajat terpecahnya populasi ini. Surili ini membagi habitatnya dengan Owa Jawa Hylobates moloch di sebagian terbesar wilayahnya. Jenis terakhir ini adalah terjarang dari ketiga kera endemik di Jawa karena terbatas pada kantung-kantung terakhir dari hutan tropis dataran
Bagian ketiga dari studi ini berfokus pada primata endemik di Kalimantan. Penyebaran dan status kelestariannya ditentukan untuk salahsatu primata paling karismatik di Asia Tenggara, yaitu Bekantan Nasalis larvatus. Ternyata jenis ini tidak terbatas pada daerah pesisir dan kawasan hilir dari sungai besar, seperti diduga sebelumnya, namun terdapat juga di seluruh pedalaman Kalimantan. Secara umum populasi-populasi di pedalaman kecil dan tersebar berjauhan, sebuah pola yang dapat diuraikan karena pemburuan yang lebih intensif dibanding dengan keadaannya di daerah pesisir. Jenis ini tidak dilindungi secara memadai dan kebanyakan dari populasi-populasinya yang besar sedang menurun jumlahnya Walaupun berada dalam kawasan konservasi.
Selanjutnya kami menentukan pola-pola spasial dari keanekaragaman primata dalam arti kekayaan jenis dan keendemikan untuk Kalimantan, serta mengevaluasikan ini berhubung dengan pola-pola tataguna tanah oleh manusia, dan tataruang jaringan kawasan konservasi. Hutan tropis sepanjang sungai besar di Kalimantan Timur sebelah timur-tengah yang menutupi kawasan berukuran 30,000 km2, adalah kawasan terkaya, baik dari segi jumlah jenis absolut (sampai sebelas jenis yang hidup berdampingan di sini), maupun dari segi jumlah jenis endemik (sampai lima jenis terdapat di sini). Dari kelima kawasan konservasi yang terkaya akan jenis (termasuk yang endemik), tiga di antaranya hampir habis hutannya. Ini terutama disebabkan oleh penggabungan antara penebangan ilegal, penambangan, pelanggaran tapal batas, dan pembakaran. Dua di antara primata yang endemik untuk bagian tigaperempat dari pulau Kalimantan bagian utara, yaitu Kalawat Hylobates muelleri dan Banggat Presbytis hosei adalah Rentan Punah menurut IUCN.
Pelestarian dari primata beserta hutannya, baik di Kalimantan maupun di Jawa, terbukti ada masalahnya terutama karena kekurangan kelembagaan, dana yang kurang, pengetahuan yang tidak memadai, salah-pengertian mengenai isyu-isyu ekologis, perencanaan yang kurang pemaduannya, dan kurangnya komitmen yang sungguh-sungguh serta efektif dan dukungan politik, baik setempat, nasional dan internasional. Pemecahan masalah-masalah tersebut dengan pendekatan secara integral merupakan syarat mutlak, jika kita ingin melestarikan primata endemik di Wilayah Sondaik. Penelitian di masa depan seharusnya berfokus pada pengumpulan data-data ekologi dan perilaku yang begitu dibutuhkan untuk menanggapi isyu-isyu konservasi, dan sebaiknya berlangsung melalui program peninjauan jangka panjang.

Melestarikan Satwa Primata Indonesia di Tengah Ancaman Perubahan Iklim Global


orangutan
orangutan Borneo
Rabu, 3 November 2010 bertempat di IPB International Convention Center [ICC] Bogor dilaksanakan Kongres dan Simposium Nasional IV Perhimpunan Ahli dan Pemerhati Primata Indonesia [PERHAPPI].  Acara bertemakan “Melestarikan Satwa Primata Indonesia di Tengah Ancaman Perubahan Iklim Global” diselenggarakan oleh PERHAPPI, diawali dengan simposium yang dibuka oleh Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam [PHKA] Kementerian Kehutanan.  Dalam sambutannya Dirjen PHKA menyebutkan perlunya dukungan berbagai pihak untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan konservasi secara umum, dan melalui kegiatan konservasi satwa primata pada khususnya. “Pada saat ini ada lebih dari 1000 individu orangutan Borneo yang berada pada lokasi pusat rehabilitasi orangutan di Kalimantan yang sudah siap dilepasliarkan, namun terkendala ketersediaan lokasi yang memenuhi syarat bagi pelepasliarannya”, jelas Dirjen PHKA.  Sementara diketahui bahwa Pemerintah Indonesia sudah mencanangkan bahwa pada tahun 2015 ditargetkan tidak ada lagi orangutan pada pusat rehabilitasi di Sumatera maupun di Kalimantan. Sehingga diperlukan upaya bersama untuk mencapai target tersebut.
Pernyataan Dirjen PHKA tersebut menggambarkan kondisi orangutan yang “terpaksa” direhabilitasi untuk dikembalikan ke habitat alamnya, untuk mengembalikan fungsinya yang hilang dalam kesatuan ekosistem.  Kebanyakan orangutan berada di luar habitatnya akibat “keterpaksaan”, antara lain akibat diburu secara ilegal untuk diperdagangkan sebagai hewan peliharaan secara ilegal.  Maraknya perburuan dan perdagangan ilegal tersebut terjadi akibat masih adanya persepsi di masyarakat bahwa orangutan adalah satwa yang “lucu” untuk dipelihara dan dianggap “dapat” meningkatkan gengsi bagi pemeliharanya. Pendidikan konservasi untuk meluruskan pemahaman yang “bengkok” tersebut perlu dilakukan untuk mencegah, atau sedikitnya menekan “permintaan” terhadap orangutan sebagai satwa piaraan. Bentuk “paksaan” lainnya yang menyebabkan orangutan keluar dari habitat alaminya adalah adanya alih fungsi penggunaan lahan hutan yang menjadi habitat orangutan menjadi peruntukan lain, baik secara legal maupun ilegal.  Salah satu presenter dalam simposium menyebutkan bahwa 80% alih fungsi lahan adalah untuk perkebunan kelapa sawit.
Contoh di atas baru menggambarkan permasalahan untuk satwa primata orangutan Borneo di Kalimantan, belum lagi tantangan yang dihadapi oleh spesies orangutan Sumatera serta jenis-jenis satwa primata lainnya di Indonesia.  Dwi Nugroho dari WCS menyebutkan bahwa berdasarkan investigasi perdagangan satwa liar di wilayah pulau Sumatera bagian Selatan ternyata dari satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal terdapat 64% adalah satwa primata (monyet ekor panjang, kukang, simpai dan lainnya) serta sisanya adalah jenis satwa lainnya.  Hal tersebut menggambarkan betapa besarnya tantangan dalam menyelesaikan permasalahan terkait konservasi satwa primata di Indonesia yang mesti melibatkan kerjasama multi sektor, baik Pemerintah, swasta, peneliti, perguruan tinggi dan masyarakat luas lainnya.
Dalam kesempatan simposium ini disampaikan presentasi yang dibagi dalam 4 sesi oleh para peneliti dan praktisi konservasi primata di Indonesia. Keempat sesi tersebut membahas topik yang cukup menarik, yaitu: ekologi dan konservasi satwa primata; perdagangan dan rehabilitasi satwa primata; primata dalam riset biomedis dan genetik; serta perubahan iklim dan konservasi satwa primata. Dalam kesempatan sore-malam hari dilakukan kongres PERHAPPI untuk laporan pertanggungjawaban kepengurusan periode terdahulu, evaluasi program dan kegiatan PERHAPPI serta pemilihan ketua PERHAPPI. Terpilih sebagai ketua pengurus PERHAPPI adalah Chairul “Uyung” Saleh [dari WWF].  Selamat berjuang bang Uyung, kami mendukungmu.
Anda tertarik untuk berpartisipasi secara aktif dalam konservasi satwa primata di Indonesia? Semua bentuk partisipasi Anda sangat membantu menentukan masa depan konservasi secara umum maupun konservasi satwa primata pada khususnya.  Bergabunglah menjadi anggota PERHAPPI.

Konservasi Primata di Indonesia

Apa Itu Primata?

Di dunia terdapat sekitar 200 jenis primata dan 40 jenis atau hampir 25 % diantaranya hidup di Indonesia. Keberadaan primata di Indonesia saat ini terancam punah akibat hilangnya habitat dan penangkapan dari alam untuk diperdagangkan. Untuk menekan laju kepunahan primata di Indonesia, pemerintah sudah memasukkan hampir semua jenis primata Indonesia ke dalam kategori jenis yang dilindungi. Hanya 2 jenis primata saja yang saat ini belum termasuk yang dilindungi yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina). Namun demikian pemanfaatan monyet ekor panjang dan beruk melalui kontrol dari pemerintah dengan ditetapkannya kuota.
Untuk lebih mengetahui apa itu primata berikut ini akan dijelaskan secara singkat. Primata adalah ordo dalam kelas mammalia yang terdiri dari prosimian, kera dan monyet. Manusia juga termasuk dalam ordo ini. Kata primata berarti peringkat pertama.
Secara garis besar primata dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
  1. Prosimian: Yang berarti primata awal/primitif. Ciri dari prosimian adalah lapisan yang bergerak reflek pada retina mata bila terkena sinar dan merupakan ciri khas dari primata yang biasa hidup malam hari/nokturnal. Contohnya adalah jenis tarsius dan kukang.
  2. Anthropoidea: Sering disebut jenis primata yang lebih maju. Yang termasuk kelompok ini adalah kera dan monyet.
Yang membedakan antara monyet dengan kera adalah monyet mempunyai ekor sedangkan kera tidak. Beberapa jenis monyet dapat menggunakan ekornya untuk berpegangan seperti monyet laba-laba yang hidup di Amerika Selatan. Kera memiliki ukuran tangan yang lebih panjang dibandingkan kakinya sedangkan monyet memiliki ukuran tangan yang lebih pendek atau sama dengan kakinya.
Dalam ilmu tata nama hewan atau taksonomi hewan terdapat 3 keluarga kera yaitu:
  1. Pongidae: yaitu jenis kera besar atau great apes yang terdiri dari Gorilla, Simpanse, Bonobo dan Orangutan.
  2. Hylobatidae: disebut juga lesser apes, yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah berbagai jenis owa atau gibbon.
  3. Hominidae: yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah manusia

Masalah Konservasi Primata

Dalam berbagai referensi sudah sering dijelaskan bahwa kata konservasi mempunyai 3 prinsip dasar yaitu: perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan. Dalam tatanan implementasi ketiga prinsip dasar tersebut sulit diwujudkan dengan sinergi. Hal ini terjadi karena penterjemahan dari konsep tersebut disesuaikan dengan selera dari masing-masing pelaku konservasionis. Padahal idealnya ketiga prinsip dasar tersebut haruslah selalu menjadi bagian yang tidak terpisahkan satu sama lain.
Sebagai contoh aktual yang terjadi di Indonesia saat ini adalah konsep lembaga konservasi ex-situ (konservasi di luar habitat alaminya) yang lebih mengedepankan pemanfaatan untuk manusia atau bisnis hiburan satwa untuk tontonan manusia. Seperti halnya adanya gajah main bola, orangutan tinju atau naik sepeda dan menari. Bila kita cermati kegiatan tersebut aspek konservasi untuk satwa itu sendiri tidak ada hubungannya sama sekali. Lembaga konservasi ek-situ selain untuk tempat rekreasi yang sehat hendaknya mendukung usaha konservasi in-situ (konservasi di dalam habitat alaminya). Misalnya memicu penangkaran satwa yang langka yang kemudian dilakukan upaya pelepasliaran kembali satwa tersebut untuk pemulihan populasi di alam.
Contoh lainnya adalah konsep penangkaran satwa yang sering hanya dijadikan kedok saja untuk bisnis berjualan satwa. Ini bisa terjadi karena kurangnya kontrol dari pemerintah dan besarnya jumlah populasi penduduk serta meningkatnya tekanan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang mempunyai nilai ekonomi maka tidak dapat dihindari bahwa keberadaan alam semakin menurun kualitas dan kuantitasnya.
Hutan yang merupakan habitat alami primata didesak sampai ke puncak gunung. Semakin menyempit luasan hutan maka semakin terdesak pula keberadaan primata di alam. Selain habitatnya yang semakin terdesak, penangkapan berbagai jenis primata dari alam semakin hari semakin bertambah. Penurunan populasi primata di alam semakin tajam.
Setiap tahunnya sekitar 2.500 ekor lutung jawa (Trachypitecus auratus) ditangkap dan diperdagangkan, sekitar 1000 orangutan (Pongo pygmaeus) keluar dari Pulau Kalimantan dan diperdagangkan sampai ke luar negeri seperti Taiwan dan Eropa. Sekitar 6.000 sampai 7.000 kukang (Nycticebus coucang) hasil tangkapan dari alam dijual bebas di pasar primata Pulau Jawa, Bali dan Sumatera. Yaki (Macaca nigra) jenis primata endemik sulawesi yang dilindungi masih bisa dijumpai dipelihara oleh masyarakat di Pulau Jawa.

Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah

Untuk memastikan terjaganya kelestarian primata dan juga jenis satwa lainnya secara umum telah diatur dalam Undang-Undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistemnya. Dalam UU No. 5 tahun 1990 satwa dikelompokan menjadi 2 yaitu satwa yang dilindungi dan satwa yang tidak dilindungi. Satwa yang dilindungi dilarang untuk diperdagangkan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 dari sekitar 40 jenis primata Indonesia hanya 2 jenis yang belum dilindungi yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan beruk (Macaca nemestrina)
Selain untuk kepentingan perdagangan domestik, primata Indonesia juga banyak yang di ekspor ke luar negeri. Padahal menurut ketentuan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna) daftar primata yang masuk appendix I hanya dapat diperdagangkan secara internasional jika primata tersebut adalah hasil penangkaran.

Penegakan Hukum Yang Lemah

Dalam kurun waktu 13 tahun terakhir ProFauna Indonesia gencar melakukan kampanye perlindungan satwa termasuk primata dan menekan pemerintah Indonesia melalui pejabat yang berwenang untuk menindak tegas para pelaku perdagangan satwa dilindungi yang terjadi di pasar primata di tanah air.
Pasar burung Pramuka Jakarta misalnya, beberapa kali direncanakan akan dilakukan penertiban. Tapi rencana operasi penertiban selalu bocor dan gagal. Pada pelaksanaan operasi tidak ditemukan satu individupun satwa yang dilindungi, padahal hari-hari biasanya selalu dipajang berbagai satwa yang dilindungi di pasar tersebut.
Kolusi dan korupsi pada instansi pemerintah merupakan salah faktor yang menyebabkan penegakan hukum perlindungan satwa liar tidak bisa dijalankan dengan semestinya.

ProFauna Indonesia dan Konservasi Primata

Dalam kurun waktu 13 tahun terakhir ini ProFauna Indonesia aktif melakukan kegiatan untuk menekan laju penurunan populasi primata. Kegiatan ProFauna dalam upaya menekan laju penurunan populasi primata di alam melakukan beberapa kegiatan diantaranya dengan membantu Pusat Penyelamatan Satwa/PPS Petungsewu melepasliarkan satwa ke habitat alaminya seperti ke Suaka Marga Satwa Hyang, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru dan kawasan konservasi lainnya yang ada di Indonesia.
ProFauna Indonesia percaya bahwa faktor penyebab utama punahnya primata dari alam adalah manusia. Dengan demikian kampanye akan pentingnya pelestarian primata di alam dengan mengajak masyarakat dari berbagai kalangan untuk mencintai primata di alam adalah cara yang efektif. Dengan melakukan monitoring perdagangan primata dan mendorong pemerintah untuk melakukan penegakan hukum perlindungan satwa liar (termasuk primata) maka kelestariannya di alam akan lebih baik.

Orangutan, primata paling hemat energi

Sebuah studi yang diadakan Universitas Washington membuktikan kalau orangutan butuh lebih sedikit asupan makanan daripada primata lain, termasuk manusia, untuk level aktivitas yang sama. Padahal, orangutan cuma makan buah-buahan  dan sedikit dedaunan serta biji-bijian.

"Mereka bangun pagi-pagi setelah tidur malam yang panjang," jelas Herman Pontzer, asisten profesor antropologi dari Universitas Washington. "Kemudian mereka menghabiskan hari bersosialisasi, jalan-jalan, bahkan bermain dengan para peneliti." Studi berjudul Proceedings of the National Academy of Sciences menyimpulkan semua aktivituas itu menghabiskan energi yang sama dengan aktivitas gaya hidup manusia.

Pada studi yang melibatkan 4 orangutan itu, para peneliti memantau produksi karbon dioksida untuk kemudian mengukur jumlah kalori yang terbakar. Para peneliti juga mengukur metabolisme untuk setiap orangutan. Kesimpulan yang didapat: orangutan menghabiskan sedikit energi setiap hari karena mereka memiliki metabolisme istirahat yang sangat rendah.

"Kebutuhan energi sedikit ini membuat orangutan bisa bertahan hidup lebh lama meskipun kekurangan makanan," jelas Pontzer. Orangutan hidup di hutan daerah Borneo dan Sumatra, tempat makanan sangat bervariasi namun tidak dapat diprediksi, tambah Pontzer. Tapi sebagai kerugiannya, seperti dijelaskan Pontzer, energi untuk berkembang dan bereproduksi pun rendah. "Orangutan lambat dalam berkembang biak. Ini sangat berbahaya mengingat orangutan bisa mati sebelum punya keturunan," kata Pontzer.

Sebagai perbandingan, manusia bisa punya anak dalam waktu 1 sampai 4 tahun. Orangutan hanya bereproduksi setiap 7 atau 8 tahun.

EVOLUSI PRIMATA: RADIASI PRIMATA, DAN MAKHLUK-MAKHLUK PRA-HOMO SAPIENS

BAB I
PENDAHULUAN

  1. 1. Evolusi Primata
Evolusi primata merupakan salah satu contoh evolusi dengan data yang “cukup lengkap”. Teori evolusi yang hanya didasarkan atas adanya fosil tidak pernah dapat menerangkan dengan lengkap apa yang terjadi di masa lampau. Oleh karena itu untuk mempelajari evolusi suatu organism, biasanya para ahli menggunakan data organisme yang masih hidup hingga kini. Dalam hal ini, yang dilakukan para ahli ialah melihat perubahan struktur dari organisme-organisme yang paling erat kekerabatan dengan organisme sasaran yang diteliti. Dengan mengaitkan perubahan-perubahan suatu ciri, maka dapat ditarik kesimpulan mengenai apa yang terjadi dimasa silam. Dalam hal ini, untuk menjelaskan evolusi manusia, digunakan pendekatan pada golongan primata.
Berbicara mengenai evolusi manusia dan primata, tidaklah berarti bahwa manusia berasal dari kera. Dalam menjelaskan mengenai evolusi, terutama mengenai evolusi manusia kita harus berhati-hati dan dapat bersikap netral. Hal ini berarti apapun keyakinan kita mengenai asal-usul manusia, kita harus dapat mengemukakan bagaimana pendapat sekelompok orang dan bagaimana pula mengenai pendapat dari kelompok yang lain, dan bukan hanya pendapat kita sendiri. Apabila manusia memang berasal dari kera sekalipun, para ahli evolusi tidak akan dapat membuktikanya. Jadi dalam membuktikan evolusi kita tidak menggunakan pendekatan metode pendidikan.
Kita yang hidup pada masa sekarang tidak pernah dapat mengetahui dengan pasti mengenai apa yang terjadi dimasa lalu. Oleh karena itu, digunakan  data fosil dan data organisme yang hidup pada masa kini. Bukti yang digunakan untuk mempelajari perubahan akan tinjauan dari banyak segi, yang dapat memberikan banyak petunjuk mengenai apa yang terjadi dimasa lalu. Suatu sifat akan berevolusi sesuai dengan perkembangan waktu dan tempat. Dengan menggunakan fosil dan organisme aktuil mempunyai semua sifat terevolusi. Analisis yang dilakukan pada primata primitif sampai dengan primata yang maju, yakni manusia memberikan gambaran sebagai berikut:
  1. a. Perkembangan Primata Primitif ke Primata Maju
  • Hubungan antara tulang vertebrata dan tengkorak mengalami perubahan yang berangsur-angsur menuju titik berat tengkorak. Mula-mula hubungan ini terdapat di bagian tepi menjadi berada tepat dibawah. Perubahan ini diikuti dengan perubahan cara berjalan dari empat kaki menjadi dua kaki. Sejalan dengasn perubahan ini, maka otot leherpun menjadi lebih lemah, sedangkan panggul menjadi jauh lebih penting dan kuat. Bentuk tengkorak yang memanjang dengan rahang besar, gigi yang kuat dan membentuk moncong menjadi bertambah pendek. Rongga hidung yang besar sekarang menjadi jauh lebih kecil.
  • Bola mata pada organisme non primata tidak mempunyai tulang yang meliputinya. Tetapi pada kera dan manusia, mata sudah sepenuhnya terlindungi. Hal ini menunjukkan bahwa mata menjadi organ yang sangat penting. Selain itu, dapat pula dilihat bahwa mata yabg menghadap kesamping, menjadi berangsur-angsur menghadap kedepan. Penglihatanpun berubah dari dua dimensi menjadi tiga dimensi, dan kemampuan melihat warna meningkat dari hitam putih untuk membedakan gelap dan terang menjadi mampu melihat hampir semua spektru warna. Hal ini erat kaitanya dengan cara hidup dari malam hari menjadi siang hari. Selain itu, matapun diperluakan untuk melihat makanan diantara ranting-ranting pohon, untuk menyelinapkan dengan mudah diantara hutan.
  • Ujung jari bercakar berangsur-angsur berubah menjadi kuku. Hal ini terlihat bahwa tupai mempunyai cakar, sedangkan primata lebih lanjut mempunyai kuku yang tebal dan akhirnya manusia mempunyai kuku yang tipis. Cakar mula-mula digunakan untuk mengais mencari makan. Dengan berubahnya cara hidup dari hidup di tanah menjadi kehidupan arboreal, maka cakar menjadi mengganggu kemampuan bergerak dengan cepat diatas pohon. Kehidupan arboreal lebih membutuhkan kemampuan memegang. Dengan demikian, terjadi pula perubahan cara memegang dengan terbentuknya ibu jari dengan persendian yang lain daripada jari-jari yang lain. Hal ini erat kaitanya dengan timbulnya flora hutan sebagai habitat baru dimuka bumi. Cakar perlu untuk naik pohon, tetapi selalu terkait kalau pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu, terjadi pula perubahan dari telapak tangan. Hal ini penting berkaitan  dengan kemampuan untuk memegang yang terliahat pada kera, yang mempunyai “empat tangan”, bahkan pada kera Amerika Selatan, ekorpun dapat digunakan untuk memegang.
  • Kehidupan arboreal menyebabkan fungsi tangan menjadi lebih penting daripada kaki. Hal ini terlihat pada bangsa kera yang memiliki tangan yang lebih panjang dan kuat daripada kaki. Struktur ini penting untuk dapat berayun-ayun dan berpindah tempat. Dengan berubahnya permukaan bumi, maka jumlah hutan menjadi semakin sedikit. Selain itu, ditemukan  primata berukuran besar yang tidak dapat ditunjang oleh hutan. Akibatnya tangan menjadi kurang diperlukan sedangkan kaki diperlukan untuk mengejar mangsa dan menghindarkan diri dari perdator.
  • Volume otak mengalami perubahan pesat. Faktor ini sangat nyata terlihat pada golong-golongan kera manusia. Australopithecus hanya mempunayi volume otak 600 cc, sedangkan manusia modern dua kali lebih besar. Data fosil menunjukan bahwa fosil manusia lainnya mempunyai kisaran antara keduanya. Perubahan volume otak dapat pula dilihat pada perubahan dahi, yang tidak ada pada kera dan hampir tegak pada manusia.
  1. b. Data Evolusi Primata
Bermacam-macam fosil primata seperti Mesopithecus, Mioptithecus, dan Aegyptopithecus dari lapisan oligosen; Parapithecus, Propliopithecus yang berbentuk seperti bajing, diperkirakan tidak mempunyai hubungan kekerabatan yang cukup dengan manusia. Fosil primata yang paling tua dan masih termasuk famili Homonidea adalah Dryopithecus, Limnopithecus, Brahmapithecus, Sivapithecus, Pliopithecus, Oreopithecus, dan Proconsul yang dikenal sejak jaman Miosin.
Dryopithecus dianggap berkerabat derngan bangsa beruk dan kera, sedangkan Proconsul, merupakan fosil Hominid tertua yang diduga berkerabat dengan gorila dan sipanse. Fosil Brahmapithecus dan Sivapithecus belum diketahui kerabat dekatnya. Kemudian kita mengenal fosil Hominid yang lebih muda yaitu Ramapithecus yang sianggap sebagai fosil yang erat hubungannya dengan manusia. Fosil ini pada mulanya hanya dikenal dari sebuah tulang rahang. Namun kini pandangan tersebut berubah, karena penemuan baru telah memberikan pandangan yang lebih baik. Fosil ini ternyata identik dengan Dropihecus. Fosil berikutnya adalah Kenyapithecus.
Fosil Homo mungkin pula telah ada, namun data yang ada belum meyakinkan. Baru kemudian, pada lapisan yang lebih muda, mulai dijumpai Paraaustralopithecus aethiopicus, yang kemudian oleh para ahli yang beraliran progresif sekarang disebut juga Homo aethiopicus, Australopithecus (A. africanus, A. aferensis), Homo, Megathropus paleojavanicus (Homo mojokertensis), dan Paranthropus (P. boisei, P. robustus). Kedua marga fosil terakhir dan Giganthopithecus adalah fosil manusia atau kera berukuran besar dan mungkin pantas dinamakn raksasa. Fosil-fosil yang menempati lapisan lebih atas adalah Zijanthropus, Homo habilis, Homo ergaster, Homo rudolfensis. Baru kemudian kita mengenal manusia purba, Homo erectus (Sinathropus, Pithecanthropus, Atlanthropus, Telanthropus, Eoanthropus, dan Homo hidelbergensis). Fosil-fosil Hominid yang paling muda semuanya sudah dianggap sebagai Homo sapiens (Swancombe, Steinheim, Cro-magnon,), dan Homo sapiens neaderthalensis (Homo soloensis, Homo rhodesiensi).
  1. c. Data Genetika Molekuler Fosil Primata
Pendekatan molekuler dilakukan oleh sekelompok peneliti dari universitas California di Berkeley. Tahun 1987 mereka mengemkakan hasil analisis ADN mitokondria yang menunjukan bahwa ADN mitokondria manusia yang paling primitif (wanita, karena ADN mitokondria diturunkan dari pihak ibu) terdapat di Afrika. Bila dikaji mengenai kecepatan mutasi ADN mitokondria, dan dikaitkan dengan perubahan yang terjadi, maka dapat disimpulkan bahwa manusia yang paling primitif harus sudah berada dimuka bumi sekitar 200.000 tahun yang lalu. Hal ini menimbulkan kontroversi dengan data fosil, karena menurut fosil, Homo sapiens pertama berumur paling sedikit sekitar 250.000-1.000.000 tahun yang lalu. Apalagi bila kita membaca buku yang lebih tua, maka dapat kita menemukan bahwa perkiraan manusia pertama adalah sekitar 15.000.000 tahun yang lalu.
Penelitian tandingan dilakukan oleh kelompok lain dengan menggunakan analisis ADN kromosom Y menunjukan bahwa pria pertama berasal dari daerah aka Afrika, di tempat suku Pygmee berada. Pendekatan tersebut diatas, meskipun mengarah pada Afrika sebagai daerah asal manusia, sangat didukung oleh data fosil.
Meskipun data molekuler sangat cocok dengan data fosil, namun data yang masih ada belum cukup untuk memastikan asal-usul manusia. Teori lain menyatakan bahwa manusia pertama mungkin adalah hibrit antara manusia primitif (Homo erectus dengan Homo habilis dan Homo neaderthalensis) dan dihasilkan manusia modern yang hidup sekarang. Pendapat lain mengatakan bahwa asal usul manusia terjadi di Afrika dan Asia. Adapula kemungkinan yang jauh lebih kecil yakni di Eropa dan Australia. Pendapat ini didasarkan pada fosil Homo erectus dan fosil Homo sapiens.
Berikut ini penyebaran Homo erectus berdasarkan data fosil di empat benua pada masa Pleistosen atas (A), Pleistosen tengah (B), dan Pleistosen bawah (C).
Skema Hubungan Kekerabatan antara Fosil-Fosil Primata
  1. 2. Radiasi Primata
Perkembangan evolusi primata dimulai dari moyang yang berupa hewan mammalia pemakan serangga menurunkan Prosimian yang hidup pada zaman Paleosin. Hewan ini bertubuh kecil seperti cecurut, bermoncong, dan berekor panjang. Mereka tangkas dan cerdas, mempunyai organ-organ penggenggan dan lima jari. Dari prosimian perkembangan radiasi evolusi menuju 4 golongan besar yang masih tetap hidup sekarang ini.
a) Prosimian Modern
Kelompok besar pertama yakni prosimian modern. Yang termasuk kelompok ini adalah lemur dan loris, sekarang hidup di pulau Madagaskar. Hewan-hewan ini masih mempunyai moncong dan ekor yang panjang, berkuku, bukan cakar dengan kemampuan untuk memanipulasi obyek, hal ini merupakan ciri utama primata.
Hewan lain yang termasuk prosimian modern ialah Tarsier (binatang hantu), hidup di Asia Selatan dan Indonesia (daerah pantai Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera). Pada hewan ini tidak dijumpai lagi moncong yang panjang, mata lebih ke depan tidak seperti mata lemur yang agak kesamping. Oleh karena itu, Tarsier dapat memfokuskan satu titik dengan kedua matanya. Nampak adanya peningkatan pada alat-alat penglihatan dan mekanisme saraf yang memberikan kemampuan untuk kedalaman persepsi (binocular stereoscopic vision) dan penglihatn warna pada tahap-tahap beranekaragam.
b) Ceboidea (Monyet Dunia Baru)
Ceboidea hanya hidup pada lingkungan pohon dan ditemukan di daerah hutan-hutan sebelah selatan Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Mereka terbagi menjadi dua famili, yakni Callithricidae dan Cebidae.
Callithricidae atau marmoset adalah Primata kecil yang telah menempati niche seperti bajing di hutan dunia baru. Perkembangan yang menonjol pada cakar untuk memanjat yang merupakan bagian penting dari pergerakan mereka.
Ceboidae hidup di lingkungan pohon. Namun lebih berkembang dibandingkan dengan Callithricidae. Mereka mengembangkan beraneka ragam besar tubuh dan adaptasi ekologis di npohon-pohon. Beberapa anggota Cebidae telah beradaptasi dengan cara hidup di lingkungan pohon dengan jalan mengembangkan “kaki ke-5” dalam bentuk ekor prehensil (penggenggam). Ekor prehensil tidak hanya terdapat pada monyet dunia lama.
c) Cercopithecoidea (Monyet Dunia Lama)
Semua primata dunia lama kecuali prosimian adalah catarrhini (hidung terbelah). Monyet-monyet dunia lama diklasifikasikan dalam satu famili yakni Cercopithecidae yang terbagi menjadi 2 sub famili, yaitu Cercopithecinae (Monyet babon) dan Colobinae (monyet pemakan daun).
Pada catatan fosil Cercopithecoidea berkembang pada zaman Oligosin dan Miosin. Pada akhir miosin mereka telah menempati sejumlah niche lingkungan pohon serta terestrial di Afrika dan Erasia. Pada saat sekarang mereka berkembang menjadi colonin (monyet pemakan daun) dan cercopithecin. Cercopithecin yang hidup sekarang menempati iklim dan habitat yang lebih luas dibandingkan primata lain, kecuali manusia.
  • Colobinae
Colobinae hidup beradaptasi makan daun vegetasi muda. Mereka mempunyai puncak gigi yang tajam pada gigi molar, kantung pipi khusus, dan bentuk perut khusus untuk mencernakan makanan. Pencernaan dilakukan dengan bantuan bakteri yang hidup pada perutnya yang mirip dengan kantung. Langur (sebutan untuk beberapa Colobinae) mendiami banyak habitat. Beberapa diantaranya di gunung-gunung tinggi dengan sedikit pohon dan makanya tergantung pada puncak-puncak cemara dan kulit pohon dan dedauna.
  • Cercopithecinae
Sub famili ini beraneka habitat, mulai dari savana terbuka (babon, macaques, monyet pantas) sampai hutan (mandril, mangabey, dan quenon). Tingkah laku sosial babon dan Cercopithecinae terestrial banyak dipelajari oleh ahli anthropologi untuk mengetahui faktor-faktor lingkungan dan ekologi yang menolong membentuk nenek moyang manusia.
Mereka berjalan di atas 4 kaki (quadrapedal dan mengembangkan kemampuan mencengkeram, tetapi tidak dengan ekor prehensil. Bentuk pergerakan mereka dinamakan branch walking (berjalan di atas cabang), plantigrade (kecenderungan bergerak pada permukaan palntar = tapak tangan atau tapak kaki).
Gibbon mempunyai tengkorak yang lebih kecil dibandingkan dengan Hominoid yang lain semata-mata arboreal. Bentuk gibbon khusus untuk bergerak arboncal, disebut brachiation. Brachiation memungkinkan gibbon bergerak lebih cepat antara pepohonan dengan menggunakan kedua lenganya, hingga tangannya berfungsi sebagai sebuah kait. Tetapi jika ia turun ke tanah atau berjalan-jalan di atas dahan, dilakukan dengan dua kaki.
Orangutan seperti gibbon hidup terbatas di Asia Tenggara dan pernah hidup tersebar luas di Asia. Cara bergerak orangutan dinamakan quadramanual (empat tangan). Meskipun orangutan mengahabiskan banyak waktunya di atas pohon dengan mengguankan 4 anggota badanya, juga dapat berjalan jauh sekali di daratan tanah, khususnya jantan dewasa` hampir 2 kali lebih besar daripada betinanya dn menjalani hidup membujang.
Gorila sangat terbatas ruang lingkupnya dan sekarang hanya terdapat di hutan pegunungan daerah katulistiwa dan dataran tinggi Afrika Timur. Gorila dalah vegetarian terestrial, pemakan daun yang tumbuh di daratan tanah. Susunan kerangka sangat khusus untuk menopang berat badan terestrial dan berjalan di atas buku-buku jari. Cara bergerak seperti inin terlihat pada bentuk dada, bahu, tangan, dan tulang lumbar vertebral yang kuat.
Simpanse tidak mempunyai catatan fosil, hidup terbatas di daerah hutan dan bagian berhutan kera. Karena adaptasi mereka, mempunyai struktur badan yang orthograde (tegak), yang memungkinkan mereka berjalan jauh di atas permukaan tanah, tetapi juga posisi duduk dalam jangka waktu lama. Untuk duduk, babon telah mengembangkan sepetak kulit pada bagian belakang yang dinamakan ischial callosities.
  • Hominoidea
Kelompok ini muncul pada zaman Paleosin. Selama niosin awal radiasi Hominoidae bercabang menjadi dua yakni Anthropoidea (kera) dan Hominidae (keluarga manusia). Kedua famili ini ditandai dengan hilangnya ekor dan berkembangnya ukuran besar badan. Otak Anthropoidae dan Hominiidae jauh lebih berkembang dan demikian fungsi lebih kompleks. Kera-kera hidup sekarang dibagi 4 genus, yakni gibbon, orangutan,simpanse, dan gorila.
  1. Makhluk-makhluk pra-Homo sapiens
Evolusi makhluk-makhluk pra-Homo sapiens dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yakni:
  1. a. Evolusi makhluk-makhluk pra-Homo sapiens berdasarkan hubungan kekerabatan manusia dengan hewan.
Klasifikasi Homo sapiens adalah sebagai berikut:
Kingdom         : Animalia
Kelas               : Mammalia
Ordo                : Primata
Subordo          : Anthropoidea
Famili              : Homonidea
Genus              : Homo
Spesies            : Homo sapiens
Berdasarkan hubungan kekerabatan antara manusia dengan hewan, evolusioner pra-Homo sapiens secara garis besar mengalami 4 perkembangan, yakni:
  • Famili Tupalidae
Famili Tupaliae merupakan ordo primata, yakni golongan hewan pemakan serangga.
  • Famili Lemuroidae
Famili ini merupakan ordo primata primitif termasuk di dalamnya adalah jenis binatang setengah kera. Misalnya Tarsius spectrum (binatang hantu), yang hidup di Indonesia (Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera), dan Filipina. Jenis binatang tersebut mempunyai ciri-ciri yaitu bermoncong dan mempunyai ekor panjang serta berkuku bukan cakar dengan kemampuan memanipulasi obyek.
  • Famili Pongidae
  • Famili Hominidae
  1. b. Evolusi pra- Homo sapiens Berdasarkan Ditemukanya Fosil
Evolusi pra-Homo sapiens berdasarkan hasil penemuan fosil yang ditemukan diberbagai lapisan dunia. Berdasarkan fosil fosil yang ditemukan diperkirakan kehidupan manusia dimulai lebih kurang 25 juta tahun lalu yang tersebar menjadi 3 zaman yakni:
1)                  Zaman Miosin (25-10 juta tahun yang lalu)
v  Tingkat pertama, yakni Plipithecus. Makhluk ini sepenuhnya bersifat kera, oleh karena itu dinamakn kera primitif. Tubuhnya kecil dan pendek. Kedua tangannya mungkin masih digunakan untuk bergelantungan untuk bergelantungan dipohon. Mereka belum dapat berjalan tegak. Diduga, kera primitif hidup 35-25 juta tahun yang lalu ditemukan oleh tim ekspedisi Universitas Yale di Fayum tahun 1961.
v  Tingkat kedua, Proconsul, yakni kera hidup sekitar 25-15 juta tahun yan lalu. Para ahli berpendapat bahwa makhluk ini tidak sepenuhnya bersifat kera, desebabkan pada muka, rahang, gigi geliginya terdapat ciri yang ditafsirkan sebagai ciri manusia. Makhluk ini di temukan di danau Victoria, dikatakan oleh seorang ahli:”Mungkinkah ini merupakan bisikan samar-samar pertama tentang makhluk hidup yakni manusia?”. Proconsul semakin banyak terkumpul dan semuanya menunjukan bahwa binatang ini muncul dengan berbagai ukuran yang berbeda-beda; ada yang sekecil simpanse dan ada yang menjadi sebesar gorilla. Tipe gorilla inilah yan menjadi nenek moyang gorilla modern.
v  Tingkat ketiga, Dryopithecusi, yakni kera raksasa yang hidup sekitar 15-10 juta tahun yan lalu. Makhluk ini sejenis dengan Proconsul. Fosilnya ditemukan luas di Eropa, India, Cina, dan Afrika. Fosil ini belum lengkap untuk menunjukan salah satu anggota dari genus  yang luas menuju kearah manusia. Karena rekonstruksi makhluk ini dibuat terutama dengan menggunakan fragmen-fragmen dan gigi-gigi. Dryipithecus memiliki bentuk badan yang cukup besar serta sangat gemar mengembara sehingga menempati hutan tropis yang sangat luas.
v  Tingkat keempat, Ramapithecus, yakni primata paling purba yang pada umumnya dianggap sebagai leluhur manusia. Hidup sekitar 15-10 juta tahun yang lalu. Ukuranya jauh lebih kecil daripada manusia sekarang, yakni 0,9-1,2 meter dan kapasitas tengkoraknya lebih kurang 400 cc. Fosil dari makhluk ini ditemukan pada tahun 1930-an di bukit Siwalak (Pakistan) oleh G.E. Lewis  dari Universitas Yale.
2)      Zaman Plioin (10-12 juta tahun yang lalu)
Pada zaman ini telah muncul makhluk baru yakni Primata yang tidak menyerupai primata yang hidup sebelumnya. Makhluk ini bukan kera penghuni hutan, tetapi lebih banyak hidup dipadang rumput terbuka. Makhluk ini berjalan tegak dengan kedua kakinya. Ada ada dua jenis makhluk ini yakni:
  • Tahap kelima, Australopithecus aferensis
Makhluk ini merupakan tingkat kelima, Australopithecus aferensis merupakan makhluk purba yang diduga merupakan keturunan Ramapithecus. Hidup sekitar 5 juta tahun yang lalu. Makhluk ini juga dianggap sebagai Hominoid paling awal yang menurut beberapa ahli sudah mampu berjalan tegak. Australopithecus aferensis ditemukan di Louis dan Mary Leakey di bagian utara dan timur Afrika Selatan., ditebing Olduvai dekat dengan Ethiopia. Fosil-fosil makhluk ini ditemukan lapisan-lapisan batuan yang membentuk tebing lembah. Dengan metode kalium-argon dapat ditemukan dengan tepat fosil itu.
Tahap keenam, Australopithecus africanus
Australopithecus africanus merupakan tingkatan keenam. Makhluk ini ditemukan oleh Raymond Dart, pada tahun 1924, yakni seorang anatomi dan palaentologi dari universitas Witwatersrand di Johannesburg, Afrika selatan. Fosil Australopithecus africanus dipelajari Dart dari koleksi batuan yang mengandung dari suatu lubang galian pertambangan kapur di Taung, Batswana. Fosilnya terbenam dalam salah satu bagian batuan dimana tengkorak-tengkorak yang ditemukan tidak menyerupai tengkorak lain yang pernah dilihatnya.
Ketika tengkorak tadi dipisahkan sama sekali dari batuan, nampak suatu tengkorak yang menakjubkan. Dalam beberapa hal, tengkorak ini menyerupai anak manusia yang berumur lima atau enam tahun. Tetapi dalam beberapa hal lainnya tengkorak tadi jelas menyerupai tengkorak kera. Dart menamakan temuannya dengan Australopithecus africanus, artinya Kera afrika selatan. Dia terus mempelajarinya dan setelah empat tahun bekerja berhasil memisahkan rahang tengkorak sedemikian, sehingga giginya tampak jelas. Terlihat gigi-giginya sangat menyerupai gigi anak manusia, lain dari itu, dari letak foramen magnum. Yakni lubang yang menghadap ke tenggorokan dan yang dilewati oleh urat saraf tulang belakang menuju ke otak, menghadap langsung kebawah. Dart merasa bahwa tengkorak tadi adalah tengkorak suatu makhluk yang letak kepalanya seperti pada manusia; mungkin makhluk tersebut sudah berjalan tegak.
Penemuan Dart didukung oleh ahli palaentologi lain yang bekerja di Africa selatan, yakni Robert Broom. Selama bertahun-tahun dia mempelajari fosil mamalia dari Africa selatan. Dengan beberapa teman sekerjanya, Broom mulai mencari fosil-fosil lagi, yang mungkin dapat memberikan petunjuk untuk memperkuat kesimpulannya. Selama empat puluh tahun berikutnya, terkumpul sudah bahan fosil; yakni fosil tengkorak, tulang kaki, dan tulang panggul. Semua fosil diharapkan dapat memberikan petunjuk dengan jelas bahwa memang sesungguhnya di Africa selatan terdapat makhluk pra-manusia(pra-homo sapiens).
Zaman Pleistosin ( 2 juta tahun yang lalu sampai dengan sekarang )
Pada zaman ini manusia mengalami evolusi yang sangat cepat dan sudah menggunakan perkakas yang sangat baik dari batu maupun dari kayu. Mereka sudah pandai berburu, sudah bisa menggunakan api dan diduga sudah dapat berbicara. Anggapan ini berdasarkan pada volume otak yang lebih besar bila dibandingkan dengtan makhluk sebelumnya.
Tahap ketujuh, Australopithecus robustus
Australopithecus robustus  merupakan makhlik sejenis Australopithecus africanus, namun ukurannya lebih besar, tinggi badannya mencapai1,5 meter dan berat badanya 65-75 kg, mempunyai gigi-gigi besar dan otot rahang yang kuat, yang menunjukkkan spesies ini adalah herbivora.sedangkan Australopithecus robustus lebih langsing, berat badannya kira-kira50 kg dan tingginya 1,2 meter. Meskipun dari catatan fosil jauh dari sempurna, tetapi ada pentunjuk yang mengatakan bahwa mereka di Africa kira-kira selama 750.000 tahun yang lalu. Selama waktu itu mereka semakin lama semakin menyerupai manusia., sedangkan Australopithecus robustus tetap tidak berubah.
Tahap kedelapan, Australopithecus boisei
Makhluk ini adalah tahap kedelapan, yang merupakan jenis Australopithecus yang paling besar. Boisei hidup di Africa timur, dengan cirri-ciri badan tegap, muka dan giginya khas lagi kokoh, tempurung kepalanya rendah dan kasar. Diduga hidup 1,5-1 juta tahun yang lalu. Ditemukan oleh leakey di lembah Olduvai, Tanzania.
Tahap kesembilan, Homo habilis
Makhluk ini adalah keturunan dari Australopithecus purba yang lebih ramping dan berbeda dengan saudara-saudaranya, karena lebih tinggi intelegensinya. Homo habilis( manusia tukang) merupakan pembuat dan pemakai alat. Mereka hidup sekitar 2-1,5 juta tahun yang lalu. Beberapa ahli berpendapat bawa makhluk ini sebagai makhluk sejati pertama, Ditemukan oleh Leakey di lembah Olduvai.
Tahap kesepuluh; Homo erectus
Makhluk ini diduga hidup pada 1,5-0,5 juta tahun yang lalu. Homo erectus dapat berjalan tegak, kakinya panjang dan lurus dan tulang tungkainya lebih maju, otaknya lebih besar dengan volume berkisar 750-1.400 cc. homo erectus sebagai manusia purba sudah pandai membuat perkakas, misalnya kapak genggam, walaupun masih agak kasar, kehidupannya dengan berburu mamalia besar. Telah menggunakan api, sudah dapat bicara untuk mengajari anaknya bagaimana membuat perkakas.
Makhluk ini ditemukan terbesar didunia.
Kenapa homo erectus dapat hidup diseluruh duniabelumlah jelas.
Mungkin tipe makhluk ini berevolusi dibeberapa tempat dan menyebar sepanjang dataran subur dan mudah dilalui; terbentang dari Africa timur, mengintari samudera Indonesia sampai ke jawa.
Perkembangan evolusinya sejalan dengan pengembaraan mereka dari abad ke abad. Makhluk ini ditemukan diberbagai tempat, antara lain;
-           Pithecantropus erectus(manusia jawa), ditemukan oleh Uegene Dubois pada tahun             1891. Dubois adalah seorang dokter Belanda menemukan fosil manusia jawa di    daerah Trinil(sepanjang tepi bengawan solo). Fosil yang ditemukan berupa rahang,             beberapa gigi, dan sebagian dari tulang tengkorak.
-           Pithecantropus pekinensis(Sinathropus pekinensis) manusia Cina. Fosil makhluk ini            ditemukan oleh Davidson Black dan Tranz Weidenreich pada tahun 1920 dari sebuah         penggalian disebuah gua kapur didekat Peking. Volume otaknya 900-1.200   cc.Kebudayaannya sudah mulai maju daripada Phithecantropus.Mereka telah             menggunakan senjata dan perkakas yang terbuat dari tulang dan batu sebagai alat-alat       kerja. Penggunaan api tampaknya sudah biasa. Para ahli berpendapat bahwa makhluk   ini suka membunuh antar sesamanya. Hal ini terbukti dari tulang_tulang tengkorak            yang kosong menunjukkan bahwa bekas dibelah dengan senjata dari bawah ke atas.             Banyak para ahli berpendapat bahwa Sinathropus pekinensis merupakan varian dari             Pithecantropus, karena kedua manusia purba memiliki struktur tubuh yang sama dan          hidup pada zaman yang sama, yakni kira-kira 500.000 tahun yang lalu.
Tahap kesebelas, munculnya makhlik yang dinamakan Homo sapiens purba, yakni makhluk yang hidup sekitar 400.000 yang lalu. Makhluk ini sebagai penemuan fosil dari tiga tengkorak yang tidak lengkap, yakni kepingan tengkora, tulang dan gigi. Dari fosil yang ada ditafsirkan bahwa manusia ini merupakan peralihan dari Homo erectus ke Homo sapiens yang lebih modern. Kemampuan membuat alat juga lebih maju, bahkan ada yang menduga bahwa mereka sudah mulai bercocok tanam.
Tahap keduabelas, adalah munculnya Homo sapiens neanderthalesis(manusia lembah neander), yakni makhluk yang diduga hidup pada masa antara 75.000-10.000 tahun yang lalu. Fosil makhluk ini ditemukan pada tahun 1856 di lembah Neanderthal, Jerman. Bentuk tubuhnya sepenuhnya manusia, hidungnya terlihat mancung. Ukuran volume otaknya sudah termasuk dalam kisaran ukuran rongga otak manusia modern. Tinggi tubunya berkisar antara 1,6-1,8 meter, berbahu lebar, berdada cembung  dan berotot padat. Manusia lembah Neander sudah memiliki kemampuan  membuat dan memakai pakaian dari kulit dan menetap secara sederhana di gua-gua. Para ahli pada umumnya sepakat bahwa manusia lembah Neander adalah leluhur manusia modern, walaupun ada sekelompok ahli yang meragukannya.
Umumnya masih didebatkan apakah Homo sapiens neanderthalesis pra manusia atau manusia? Sebagian para ahli berpendapat bahwa makhluk ini manusia walaupun wajahnya menyeramkan. Nama biologinya menunjukkan bahwa ia ditempatkan dalam genus dan spesies sama dengan kita, tapi ditempatkan dalam subspecies yang berbeda dengan manusia. Manusia neander tidak berdagu dan mempunyai otok yang sama besarnya dengan otak manusia sekarang, Volume otak ini berkaitan dengan kemampuan berbicara yang bekembang dengan baik. Ia hidup di gua-gua dan menggunakan api dan membuat peralatan dengan baik dan anggota keluarga meninggal maka akan dikubur.
Homo sapiens neanderthalesis pernah”disingkirkan” dari catatan Homo sapiens secara anatomis modern. Banyak teori yang telah diajukan untuk menjelaskan perkembangan dan kepunahan Neanderthal. Teori-teori tersebut berspekulasi mengenai hubungan Neanderthal eropa dengan bentuk-bentuk lain di Timur Tengah dalam rangka untuk mencari bentuk tempat Homo sapiens neanderthalesis dalam evolusi manusia.
Teori-teori tersebut dapat diuraikan sebagai berikut;
-                      Neanderthal adalah dalam bentuk transisi antara Homo erectus dan Homo sapiens yang kemudian berevolusi menjadi manusia modern. Bentuk progresif dari Timur Tengah dianggap lebih maju.
-                      Neanderthal telah berspesialisasi, terisolir secara genetic yang telah teradaptasi dengan lingkungan dingin glacial Eropa. Kemudian iklim bertambah hangat 40.000 tahun yang lalu, mereka punah dan digantikan oleh bentuk-bentuk yang tidak terlalu berspesialisasi dari Timur Tengah yang berimigrasi ke eropa.
-                      Teori yang sama dengan yang kedua, tetapi bukannya digantikan dengan bentuk-bentuk lain yang datang melainkan merka secara genetik tenggelam dan tertelan begitu mereka kawin dengan bentuk-bentuk lain yang sudah maju.
Beberapa teori mungkin benar, atau mungkin salah. Nampaknya Neanderthal eropa sudah agak terisolir secara genetic. Apakah akibat Morfologi yang berbeda mengakibatkan founder effect tidaklah pasti. Sama saja dengan pertanyaan yang mempermasahkan apakah mereka menyumbangkan gen pada populasi modern. Nampaknya juga tidak mungkin teknologi Neanderthal tidaklah cukup menghadapi kebudayaan lain yang menyerbu, karena populasi setempat cenderung untuk lebih teradaptasi dengan lingkungan lokal daripada populasi imigran, naming kita banyak melihat kasus-kasus sejarah mengenai kekuatan teknologi luar menggantikan teknologi setempat, misalnya jatuhnya suku Indian Amerika setelah kontak dengan orang Eropa.
Tahap ketigabelas, Yakni munculnya Manusia Cro-magnon. Makhluk ini merupakan Hominidae(Manusia)purba termodern. Diduga hidup 10.000-ribuan tahun yang lalu. Mereka memiliki kebudayaan yang cukup maju, bercocok tanam secara baik, memelihara binatang, menguasai lingkungan, bahkan kemudian membangun kota dan memiliki peradapan. Cirri-cirinya adalah memiliki dagu yang menonjol, hidung mancung, gigi kecil dan merata, serta raut wajah yang tampan. Sesungguhnya makhluk ini mirip dengan orang-orang eropa sekarang.
Cro-magnon diambil dari nama gua di Prancis, tempat fosil makhluk ini di temukan. Tanpa ragu-ragu para ahli antropologi nenempatkan manusia Cro-magnon pada spesies dan subspecies yang sama dengan kita(Homo sapiens). Manusia Cro-magnon memiliki cirri, tinggi,tegak dan mempunyai otak yang sama seperti Manusia sekarang. Mereka sangat pandai sekali dalam membuat alat-alat dan juga ahli seni. Selain batu mereka juga menggunakan tulang, gading dan tanduk kijang untuk membuat alat-alatnya, beberapa bahan ini diukur dengan corak-corak atau dipahat  menjadi bentuk benda yang dapat dikenal.
Bagaimana hubungan antara Manusia Cro-manon dan Homo sapiens yang sekarang hidup di eropa tidak begitu jelas. Uraian pantaentologi manusia sebenarnya membingungkan, bahkan lebih membingungkan daripada yang terlihat pada uraian diatas. Fosil Manusia selalu tidak lengkap dan selalu sukar untuk menentukan umurnya. Kadang-kadang para ahli antropologi tidak bekerja sama dengan pra ahli biologi lainnya dan begitu pula sebaiknya. Tetapi penelitian mengenai zaman Pleistosin, yakni zaman terjadinya sebagian besar evolusi genus Homo mendapat kemajuan pesat dan dikemudian hari tentu kita akan lebih mengetahui lagi mengenai asal-usul manusia.
Sejarah manusia
Sejarah manusia adalah asal-usul manusia. Fakta atau bukti yang diperoleh untuk mempelajari sejarah manusia dengan bantuan fosil yang ditemukan pada lapisan bumi. Dari fosil-fosil yang ditemukan, didapatkan kesimpulan bahwa deretan-deretan fosil yang terdapat dibatuan muda berbeda apabila dibandingkan dengan fosil dari batuan yang lebih tua. Perbedaan itu disebabkan oleh perubahan yang berlahan-lahan. Cara penyebaran hewan dan tumbuhan dapat membuka tabir mengenai perubahan-perubahan yang terjadi pada moyangnya.
Dalam pembicaraan mengenai asal-usul manusia pada bahasan berikut ini dilihat dari kacamata biologi. Tentu saja, ada pandangan-pandangan lain yang mengungkapkan tentang timbulnya manusia dibumi ini. Karena kita ingin mengingkpkan sejarah manusia dari segi Biologi, maka sudah barang tentu kita akan menjelaskan dari sudut logika materi biologi yang telah kita ketahui.
Klasifikasi makhluk hidup dengan menggolongkan manusia dengan hewan Vertebrata, yakni sebagian dari mamalia. Bila kita membedah tubuh manusia, bagian-bagian tubuhnya seperti jantung, usus, hati dan paru-paru tidak banyak berbeda dengan jantung, usus, hati dan paru-paru kucing atau kera. Dengan demikian pula dapat kita pelajari sistem saraf, sistem endokrin, pernafasan, pencernaan, repruduksi atau konstraksi otot-ototnya, kita akan selalu menemukan proses-proses kimia dan fisika yang pada prinsipnya sama seperti yang terdapat pada hewan. Manusia mempunyai rambut dan bisa menyusui anaknya. Manusia mempunyai gerakan bipedal( Latin: bi = dua, dan pedes = kaki) yang berlainan dengan gerakan mamalia lainnya. Bagian-bagian anatomi manusia dank era sangat serupa, oleh karena itu mereka dimasukkan kedalam suatu golongan yakni ordo primate.
Setiap spesies memiliki ciri-ciri khas yakni ciri struktur, ciri fisiologi dan ciri tingkah laku yang membedakan spesies yang berlainan tetapi yang dekat hubungan kekeluargaannya. Meskipun dalm individu dalam spesies manusia banyak terdapat keanekaragaman, spesies Manusia dapat dibedakan dengan jelas dari hewan yang paling menyerupai, yakni Primata besar lainnya.
A. Ciri-ciri Struktur Manusia
Perbedaan jasmani yang mencolok pada manusia dan hewan adalah dalam hal kemampuan manusia untuk berdiri, berjalan dan berlari. Oleh karena itu, tangan manusia bebas untuk mengerjakan atau untuk membawa sesuatu. Kemampuan ini banyak menyangkut modifikasi anatomi. Kaki manusia lebih panjang dari pada lengannya, sesuatu hal yang membedakan dari primate lainnya. Kaki mnusia, yang mempunyai lekukan besar dengan ibu jari yang sebidang letaknya dengan jari lainnya, sangat berbeda dengan kaki kera. Kaki manusia sesuai untuk berkalan atau berlari, akan tetapi tidak sesuai untuk berpegangan pada dahan-dahan pohon. Kepala manusia terletak pada tulang belakang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan manusia untuk dapat melihat lurus ke depan jika berdiri tegak.
Otak manusia relayif besar. Manusia masa kini mempunyai volume tempurung otak besar 1200 sampai 1.500 cc; tempurung otak simpanse hanya 350 sampai 450 cc. Tidak ada hubungan mutlak antara besarnya ukuran otak dengan kecerdasan. Individu yang mempunyai otak terbesar belum tentu merupakan individu yang tercerdas. Namun tidak tidak dapat disangkal bahwa otak manusia mempunyai kemampuan besar untuk belajar. Ciri-ciri kepala manusia lainnya adalah muka yang tegak lurus, rahang yang tidak begitu menonjol, dagu yang nyata, hidung yang jelas dengan ujung memanjang dan bibir yang mempunyai selaput lendir di bagian luar.
Tubuh manusia mempunyai penyabaran rambut yang istimewa. Penyebaran rambut ini berbeda-beda pada berbagai macam populasi manusia. Kaum pria dari beberapa populasi manusia mempunyai janggut lebat. Banyaknya rambut pada tubuh berbeda-beda, begitu pula rambut pada lengan dan kaki. Kita hanya dapat mengira-ngira apa artinya adaptasi penyebaran rambut demikian itu dan sampai sekarang pemikiran-pemikiran semacam itu tidak mempunyai arti sama sekali.
B. Kemampuan Jasmani
Gambaran mengenai batas-batas kemampuan jasmani manusia dapat dilihat dari hasil-hasil pertandingan olah raga. Misalnya untuk lari jarak pendek (100 m), manusia dapat mencapai lari 36 km per jam. Banyak macam hewan dapat lari lebih cepat daripada manusia. Hewan-hewan ini mempunyai kaki yang lebih panjang daripada kaki manusia dalam perbandingan tubuhnya. Macan tutul dapat mengejar kijang dengan kecepatan lebih dari 100 km per jam. Biasanya berat jenis tubuh manusia lebih rendah daripada berat jenis air. Karena itu, di laut tenang dapat terapung untuk jangka waktu lama. Manusia dapat berenang dengan baik. Untuk jarak 100 m manusia dapat berenang dengan kecepatan rata-rata 6,8 km per jam. Bahkan dengan bantuan alat-alat di tangan dan di kaki pun kemampuan berenang manusia masih jauh dibawah kemampuan ikan pedang yang dapat membelah air dengan kecepatan 64 km per jam atau kempuan kura-kura laut atau ikan paus yang dapat berenang dengan kecepatan 25 km per jam.
Perbandingan-perbandingan di atas menunjukkan bahwa kemampuan jasmani manusia jauh di bawah kemampuan jasmani hewan. Tetapi manusia mempunyai kecakapan yang jauh lebih tinggi dari pada hewan. Karena keakapan ini, manusia mampu menggunakan alat inderanya yang paling sempurna yakni alat pelihat dengan sebaik-baiknya. Manusia dapat menafsirkan rangsangan yang diterima dan mempunyai pikiran yang tidak terhingga banyaknya dalam mengadakan reaksi terhadap apa yang dialaminya.
C. Ciri-ciri Fisiologi
Sebagian besar keunggulan struktur manusia lebih banyak berhubungan dengan cirri tingkah lakunya daripada dengan ciri fisiologi, meskipun memang kadang-kadang sukar untuk membedakan kedua hal ini. Secara fisiologik manusia tidak banyak berbeda dari mamalia lainnya, terutama primata. Karena itu dalam banyak hal untuk mempelajari fisiologi manusia dapat menggunakan percobaan-percobaan dengan Mamalia.
Pada manusia terdapat musim berbiak. Kegiatan reproduksi dapat terjadi setiap saat sepanjang tahun. Populasi manusia banyak dijumpai individu pada hari lahir pada semua bulan dalam setiap tahun. Pada kera dan sebangsanya terdapat terdapat kecenderungan tidak adanya musim tertentu dalam reproduksi. Kebanyakan hewan yang dipelihara oleh Manusia cenderung mempunyai cirri fisiologi yang sama dengan Manusia, meskipun daalam bebas tetap mempunyai musim berbiak.
Tidak banyak hewan memiliki umur panjang. Hal ini disebabkan oleh cirri fisiologi pada umur tua menjadi lemah, dan organisme tua lebih muah untuk dibunuh oleh predator atau parasit. Hal inilah yang mempersulit penentuan umur sesungguhnya pada kebanyakn organisme. Tetapi dari catatan kebun binatang dan akuarium, yang hewannya terlindung diperoleh data melalui kemungkinan umur yang dapat dicapai oleh berbagai spesies hewan. Ternyata banyak penyu besar yang mempunyai umur lebih panjang daripada manusia. Umur rata-rata manusia mungkin lebih panjang daripada umur hewan.
Manusia mempunyai umur panjang, tetapi memerlukan jangka waktu lama untuk menjadi dewasa, banyak hewan yang menetas dan lahir telah dapat berdiri sendiri. Anak mamalia paling banyak memerlukan waktu beberapa minggu atau beberapa bulan sebelum dapat mengurusi dirinya sendiri, oleh karena masih harus mendapatkan makanan dari susu ibunya. Anak manusia selama 6-9 tahun sama sekali bergantung pada orang dewasa setelah itu untuk beberapa waktu ia masih bergantung oleh manusia dewasa meskipun berkurang, yang mendekati keadaan ini adalah kera besar. Anaknya memerlukan sekitar 2 tahun untuk hidup berdiri sendiri. Manusia meningkan pada sekitar umur 14 tahun dank era sekitar 10 tahun. Perkembangan manusia mencapai kesempurnaan pada sekitar 10 tahun, sedangkan pada kera umumnya pada umur 12 tahun.
D. Ciri-ciri tingkah laku
Manusia tidak berdaya sebagai individu sendiri, walaupun memiliki otak yang besar, biasanya manusia hidup bersama-sama membentuk masyarakat. Begitu juga dengan hewan banyak yang hidup bermasyarakat, misalnya serangga, masyarakat serangga berdasarkan tingkah laku yang merupakan sifat bawaan dan sedangkan masyarakat manusia berlandaskan pola tingkah laku yang dipelajarinya sedangkan masyarakat kera kurang teratur walaupun dibandingkan dengan masyarakat manusia yang paling sederhana.
Hal yang penting membedakan manusia dengan hewan adalah bahasa walaupun manusia dapat melakukan komunikasi melalui isyarat, tetapi untuk menggatikan bahasa atau dipakai untuk menekankan sesuatu, bahasa manusia manusia sangat rumit karena tidak hanya terdiri dari sistem teriakan dan panggilan. Bahasa adalah dasar dari kemanusiaan namun kita belum dapat mengetahui kapan manusia dapat berbicara dan tidak adanya keterangan mengenai bagaimana bahasa itu dimulai, bahasa adalah suatu cirri tingkah laku manusia.
KESIMPULAN
Dari makalah diatas kita dapat tarik kesimpulan bahwa:
  • Evolusi primata merupakan salah satu contoh evolusi dengan data yang “cukup lengkap”.
  • Analisis yang dilakukan pada primata primitif sampai dengan primata yang maju, yakni manusia memberikan gambaran sebagai berikut:
-          Hubungan antara tulang vertebrata dan tengkorak mengalami perubahan yang berangsur-angsur menuju titik berat tengkorak.
-          Bola mata pada organisme non primata tidak mempunyai tulang yang meliputinya. Tetapi pada kera dan manusia, mata sudah sepenuhnya terlindungi.
-          Ujung jari bercakar berangsur-angsur berubah menjadi kuku.
-          Kehidupan arboreal menyebabkan fungsi tangan menjadi lebih penting daripada kaki.
-          Volume otak mengalami perubahan pesat.
  • Perkembangan evolusi primata dimulai dari moyang yang berupa hewan mammalia pemakan serangga menurunkan Prosimian yang hidup pada zaman Paleosin.
  • Prosimian modern merupakan kelompok besar pertama, yang termasuk kelompok ini adalah lemur dan loris, sekarang hidup di pulau Madagaskar.
  • Ceboidea (monyet dunia baru) hanya hidup pada lingkungan pohon dan ditemukan di daerah hutan-hutan sebelah selatan Amerika Utara, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Mereka terbagi menjadi dua famili, yakni Callithricidae dan Cebidae.
  • Semua primata dunia lama kecuali prosimian adalah catarrhini (hidung terbelah). Monyet-monyet dunia lama diklasifikasikan dalam satu famili yakni Cercopithecidae yang terbagi menjadi 2 sub famili, yaitu Cercopithecinae (Monyet babon) dan Colobinae (monyet pemakan daun).
  • Evolusi makhluk-makhluk pra-Homo sapiens dapat digolongkan menjadi dua bagian besar, yaitu:
-          Evolusi makhluk-makhluk pra-Homo sapiens berdasarkan hubungan kekerabatan manusia dengan hewan.
-          Evolusi pra- Homo sapiens berdasarkan ditemukanya fosil
  • Sejarah manusia adalah asal-usul manusia. Fakta atau bukti yang diperoleh untuk              mempelajari sejarah manusia dengan bantuan fosil yang ditemukan pada lapisan bumi.          Dari fosil-fosil yang ditemukan, didapatkan kesimpulan bahwa deretan-deretan fosil        yang terdapat dibatuan muda berbeda apabila dibandingkan dengan fosil dari batuan     yang lebih tua. Perbedaan itu disebabkan oleh perubahan yang berlahan-lahan.
  • Setiap spesies memiliki ciri-ciri khas yakni ciri struktur, ciri fisiologi dan ciri tingkah          laku yang membedakan spesies yang berlainan tetapi yang dekat hubungan            kekeluargaannya.
Saran
Setelah diketahui mengenai Evolusi Primata: Radiasi Primata, dan Makhluk-makhluk Pra-Homo Sapiens diharapkan pembaca tahu dan memahami apa yang dimaksud dengan evolusi primata, radiasi primata, makhluk-makhluk pra-homo sapiens, serta sejarah manusia itu sendiri.

Primata Terbaru, Monyet yang Selalu Bersin Pada Saat Hujan

Spesies-spesies yang tidak diketahui jenisnya biasanya sangat sulit untuk dilacak. Para peneliti kini sedang mencari seekor jenis baru primata di utara Myanmar.

Akan tetapi para peneliti tersebut diyakinkan oleh para penduduk lokal kalau monyet-monyet langka tersebut tidaklah sulit untuk ditemukan. Mereka hanya perlu menunggu sampai turun hujan saja.


http://www.treehugger.com/Myanmar%20snub-nosed%20monkey.jpeg

Spesies baru ini, yang sebelumnya dikenal sebagai sejenis monyet berhidung pesek bernama Rhinopithecus Stykeri ini, memiliki hidung yang mendongak ke atas, sehingga membuat binatang tersebut bersin dengan keras ketika hujan turun.

Menurut para pemburu setempat, untuk menghindari air masuk, monyet jenis baru tersebut duduk dengan posisi kepala mereka diapit dengan lutut mereka. Demikian seperti yang dikutip dari LiveScience.

Penemuan ini dibuat oleh para ahli biologi dari Myanmar Biodiversity and Nature Conservation Association, para ahli primata dari Fauna and Flora International, dan orang-orang dari People Resources and Biodiversity Foundation.

Tim peneliti tersebut sebelumnya bekerja untuk sebuah survei monyet gibbon di tenggara Myanmar pada awal 2010, dan para penduduk lokal memberitahukan mereka mengenai monyet jenis baru tersebut.

http://i.okezone.com/content/2010/10/27/56/387172/mnjBRD8pMO.jpg

Berdasarkan pada deskripsi penduduk desa tersebut, para ilmuwan langsung mencari monyet yang sebelumnya hanya ditemukan di China dan Vietnam. Beberapa penduduk lokal bahkan menunjukkan bukti berupa tengkorak dan tulang-tulang.

Monyet tersebut berukuran sekitar 55 cm dengan ekor panjang yang berukuran panjang 78 cm, berwajah merah jambu, berbulu hitam dan berkumis putih.

Penduduk setempat menyebut monyet tersebut dengan sebutan 'Myuk Na Tok Te' atau 'Mey Nwoah', kedua-duanya berarti 'monyet dengan hidung mendangak ke atas'. Monyet tersebut tinggal di wilayah yang terpisah dengan spesies lain, berbataskan oleh dua sungai.

Penemuan hewan ini langsung mendapat status sebagai hewan yang terancam punah oleh International Union for Conservation of Nature.

Primata Terkecil di Dunia

Tarsier atau Tarsius syrichta adalah sejenis primata (sejenis monyet) yang terkecil di dunia dan bisa ditemukan di Filipina, dan variasi speciesnya ditemukan juga di Sumatra, Borneo, Sulawesi (Indonesia). Matanya yang bulat lebar dan hidungnya yang lucu sangat menarik untuk dilihat sementara ukurannya yang kecil pas banget bila berada di genggaman tangan kita. Jika Anda berkesempatan mengunjungi Filipina, hewan mungil lucu ini dapat Anda temukan pada malam hari di pulau Bohor, Samar, Mindanau, dan Leyte. Hewan mirip monyet ini memakan serangga yang sering keluar dari kayu bekas terbakar atau arang kayu.

Spesies tarsier sendiri dipercaya sudah ada sejak 45 juta tahun yang lalu. Ahli Biologi J. Petiver adalah orang yang pertama kali mempublikasikan hewan ini. Tidak seperti anggapan banyak orang, tarsier sebenarnya bukanlah monyet yang ukurannya paling kecil meski spesifikasinya mirip dengan spesies primata lainnya seperti lorise, lemur dan bushbaby. Perbedaannya terletak pada konfigurasi taksonomi dari kera pada umumnya dan Anda akan menemukan ciri-ciri yang mirip dengan antropoid. Spesies lainnya yang mirip dengan tarsier juga ditemukan di Borneo, Sumatra, Sulawesi (Indonesia), dan Madagascar dangan variasi ukuran dan bentuknya.


Tarsier asal Filipina ini adalah hewan yang sangat aktif dan menarik dengan ciri-cirinya yang khas. Meski tubuhnya dibalut dengan bulu warna abu-abu, ekornya yang sepanjang kira-kira 232mm hampir tidak berbulu alias gundul. Dari kepala hingga ekor panjangnya antara 118-149mm dengan berat 113-142 gram. Yang mengesankan dari hewan ini adalah mata besarnya yang menonjol yang sepertinya tidak pas dibandingkan dengan tubuh mungilnya. Ukuran rongga matanya hingga melebihi ukuran tempurung otak dan perutnya.


Tangan dan kakinya mempunyai jari-jari yang mirip dengan manusia yang digunakannya untuk bertengger di pohon dan ekornya digunakan untuk keseimbangan. Anda bisa melihat saat jari tengahnya mulur dan tulang pergelangannya yang panjang bekerja seperti shock absorber. Hal ini membantunya melompat dari dahan yang satu ke dahan yang lainnya dengan mudah. Kepalanya sangat mirip dengan kepala burung hantu karena bentuknya dan pertemuan yang unik di tengah-tengah sinus dan tengkoraknya membuatnya mampu memutar kepalanya 180 derajat. Tarsier juga memiliki gigi-gigi yang tajam untuk membantunya memangsa serangga selama berburu di malam hari.

Tarsier lebih suka tinggal di lubang-lubang di pohon atau akar-akar bambu meski masih mungkin menemukannya di tempat lain. Hewan ini banyak melakukan aktivitasnya di malam hari, meski sekali-kali Anda bisa memergokinya di siang hari. Para pejantan dan betinanya diketahui hidup berkelompok, dengan sang betina yang menjadi pengasuh tarsier-tasier muda. Mereka mengeluarkan suara-suara unik saat menantang, masa kimpoi, berkumpul di kelompoknya, dll. Kelenjar epigastric dari tarsier jantan digunakan untuk membantu penciumannya, sementara Anda juga bisa menemukan isyarat-isyarat gerakan wajahnya yang memiliki arti.



Tarsier mencapai kedewasaan seksual saat berumur 2 tahun. Sang betina mengalami panas berulang sampai kira-kira 23 hari dan mengeluarkan suara-suara unik untuk memberitahukan masa suburnya. Masa kehamilannya mencapai 6 bulan sementara masa hidup tarsier sendiri bisa mencapai 12 hingga 20 tahun. Proses kelahiran dan pertumbuhan bayi tarsier berlangsung sangat cepat. Bayi-bayi tarsier disapih setelah 60 hari dan bahkan sudah bisa berjalan dengan sendirinya dalam waktu 19 hari setelah kelahirannya.

Saat ini tarsier di Filipina terancam akan mengalami kepunahan akibat kerusakan di habitat hutan alamnya. Pembukaan lahan hutan dengan dibakar dan illegal logging menjadi biang keladi menurunnya jumlah tarsier. Ditambah lagi dengan adanya aksi perburuan tarsier dimana tarsier ini sering dijadikan suvenir untuk turis. Saat ini tarsier telah dinyatakan sebagai hewan yang dilindungi, tapi jika pemerintah Filipina tidak serius menanganinya bukan tidak mungkin tarsier akan punah dalam waktu yang tidak lama lagi.

PUSAT PRIMATA SCHMUTZER, terbesar di dunia

Pusat Primata Schmutzer diresmikan pada tahun 1992, berdiri atas program bantuan hibah dari nyonya Puck Schmutzer dari Jerman yang merupakan seorang pecinta satwa yang sangat peduli akan pelestarian satwa liar. Beliau berharap bantuan yang diberikan dapat membantu masyarakat Indonesia untuk lebih menghargai dan peduli pada kelestarian satwa liar di Indonesia.


salah satu gorila di park schmutzer


Tidak kurang dari 25 jenis primata yang hidup di Indonesia dapat dijumpai di tempat ini. Mulai dari jenis monyet pemakan daun seperti lutung, owa, beruk, orang utan, dan monyet kerdil bilou yang hanya hidup di pulau Mentawai, sampai primata endemik Sulawesi dapat kita temui di tempat ini.

Bahkan yang paling menarik adalah kita juga dapat melihat kera besar, yaitu gorila dan simpanse yang merupakan satwa langka dunia secara langsung dari dekat. Mereka tinggal di dalam kandang yang luas, dengan fasilitas yang baik seperti batang, ranting pohon dan tali buatan yang dirancang sangat alami untuk bermain dan berayun.

 
gorilla aerial walkway, jembatan untuk melihat gorila


Tersedia pula pohon peneduh dan lubang atau goa buatan untuk istirahat dan berlindung.Sebelum memasuki areal pusat primata Schmutzer, di pintu masuk kita akan melalui suatu wadah berisi cairan disinfektan yang harus diinjak, maksudnya adalah untuk mencegah bibit penyakit atau kuman yang terbawa oleh alas kaki kita agar tidak terbawa dan menginfeksi primata yang ada. Pengunjung PPS tidak diperbolehkan membawa makanan atau minuman apapun ke tempat ini, karena dikhawatirkan akan makanan atau minuman tersebut akan diberikan kepada primata-primata yang dijumpai, oleh karena itu kita juga akan melalui pemeriksaan oleh petugas PPS.

 
koridor menuju taman

Penjagaan di pusat penelitian ini cukup ketat karena selama di lokasi ini kita akan selalu di pantau melalui kamera yang disembunyikan di tempat – tempat tertentu.Saat pertama kali melewati pintu masuk, kita akan segera melihat bangunan tinggi serta bertangga – tangga yang sangat tinggi dan megah, membuat kita takjub untuk sesaat. Apabila kita naik sampai ke anak tangga paling atas, kita akan tiba di ujung sebuah jembatan panjang yang berbentuk lorong. Dari ketinggian inilah kita dapat melihat aktivitas gorila.

Masing – masing gorila telah diberi nama dan silsilah yang tertulis di papan informasi. Untuk melihat primata dan fasilitas lainnya kita dapat menggunakan bantuan peta pada brosur yang dibagikan di pintu masuk.Bagi yang menyukai tantangan dapat juga melewati sebuah goa yang sangat gelap, yang hanya dilengkapi beberapa lampu yang akan menyala otomatis jika dilewati.

 
jembatan kanopi, salah satu fasilitas di park schmutzer

Selain itu, pengunjung dapat berjalan berayun – ayun di atas beberapa jembatan gantung (canopy bridge) yang ada di PPS. Dari sini kita dapat menikmati pemandangan sekitar seperti danau dari ketinggian. Beberapa media interaktif yang menarik juga tersedia di PPS, antara lain papan informasi dalam bentuk karikatur yang memberi tahu bagaimana sebaiknya pengunjung berperilaku.Pusat Primata Schmutzer dilengkapi dengan fasilitas yang modern seperti display dan informasi melalui komputer, tersedia pula fountain, yaitu kran yang airnya yang dapat langsung diminum seperti umumnya di negara maju.


cermin ajaib 


Fasilitas lainnya yang dapat dinikmati adalah pemutaran slide dan pemasangan film pendidikan tentang primata pada waktu tertentu. Kerusakan hutan yang terjadi di Indonesia belakangan ini sangat mengancam keberadaan primata Indonesia. Padahal kelompok satwa ini memiliki peranan penting dalam ekosistem, salah satunya sebagai penyebar biji yang membantu regenerasi hutan. Adanya Pusat Primata Schmutzer merupakan sumbangan yang penting dan sangat berharga bagi pelestarian primata Indonesia.